08/12/2013
Diskusi
yang dihadiri para lurah se-kota Larantuka, yang berlangsung di
restoran Senaren Larantuka, kabupaten Flores Timur, 29 November 2013
lalu. (Foto : FBC/Melky Koli Baran)
LARANTUKA, FBC: Sampah bukan masalah langka dalam kehidupan manusia dari
desa sampai kota. Jika ada aktivitas yang melibatkan banyak orang, disanalah
ada peluang untuk menghadirkan sampah. Jika tiba musim hujan, masalah sampah dirasakan semakin
rumit terurai. Begitu juga halnya, saat gaya hidup masyarakat berubah,
motif sampahpun berubah.
Hal ini mengemuka dalam diskusi yang
dihadiri para lurah se-kota Larantuka, yang berlangsung di restoran Senaren
Larantuka, kabupaten Flores Timur, Jumat, (29/11/ 2013) lalu. Diskusi dihadiri juga Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Flores Timur, Forum Pengurangan Risiko Bencana Flores Timur, Polres
Flores Timur, Dandim 1624 Flores Timur dan YPPS.
Dari diskusi yang disiarkan secara
langsung oleh Radio Siaran Pemerintah Daerah kabupaten Flores Timur selama
kurang lebih satu jam itu, terungkap berbagai pengalaman dari tahun ke
tahun yang berhubungan dengan sampah. Dalam refleksi disadari bahwa
kesadaran akan masalah sampah baru dirasakan saat datang musim hujan.
Sampah Mulai Jadi Masalah
Larantuka, kota kecil yang terlihat
menempel di lereng gunung Ilemandiri dan menghadap selat Gonzalu ini mulai
merasakan kehadiran sampah beberapa tahun belakangan sebagai masalah. Bahkan
direfleksikan bahwa, jenis dan volume sampah terus bertambah seiring
bertambahnya populasi penduduk serta gaya.
Ketika masyarakat kota ini masih
kental dengan kehidupan agraris, maka sampah umumnya hanya terdiri dari sampah
organik. Di pasar, di pekarangan penduduk, bahkan sampai ke dapur setiap rumah
penduduk, didominasi sampah organik.
Dari pasar para ibu mengisi barang
belanjaannya dari wadah anyaman daun lontar. Dari pasar juga mereka membawa
pulang ke rumah bahan-bahan makanan dan perabotan produksi pertanian warga
setempat. Di setiap rumah tangga dan pasar ditemukan sampah organik yang dengan
mudah didaur ulang secara alamiah.
Ketika pasar dibanjiri produk-produk
pabrik, maka jenis sampahpun berubah. Di mana-mana di kota ini, mudah ditemukan
aneka sampah plastik dan metal. Kaleng bekas, botol bekas, kantong-kantong
bekas makanan instan yang semuanya terbuat dari plastik dan logam.
Belum ada pengetahuan dan
keterampilan warga untuk mengurus sampah plastik dan metal. Bahkan warga
cenderung meperlakukan jenis ini seperti sampah organik. Dibuang atau
ditempatkan di mana saja.
Kebijakan Pemerintah, Prilaku Warga
Bukan hanya sampah yang dipersoalkan
para lurah. Diskusi ini juga mempersoalkan perilaku penduduk kota Larantuka
terhadap sampah. Bahkan kebijakan pemerintah daerahpun tak lolos dari sorotan
tajam diskusi ini.
Sampah beraneka jenis ini membusuk,
diobrak-abrik ternak, tercecer dan mengganggu penduduk di sekitar tempat itu.
(Foto : FBC/ Melky Koli Baran)
Suara keras seorang lurah dalam
diskusi ini mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam hal ini bupati dan
wakil bupati yang sedang mempromosikan sister city bagi Larantuka.
Kata lurah itu, pemerintah gembar
gemborkan kerja sama dengan Portugal untuk membangun Larantuka sebagai kota
kembarnya Fatimah. Juga mau menjadikan Larantuka sebagai kota religius. Namun
sampah dalam kota belum menjadi perhatian.
Salah satu sasaran bidik para lurah
adalah tempat pembuangan sementara dan tempat pembuangan akhir serta pola dan
kebiasaan warga kota bahkan sampai ke kantor-kantor pemerintah dalam
memperlakukan sampah.
Mengemuka dalam diskusi itu
bahwa di sejumlah tempat di kelurahan-kelurahan telah dibangun tempat
penampungan sampah sementara. Karena itu para lurah juga telah bekerja keras
mengarahkan masyarakat untuk membuang sampah ke tempat itu.
Namun menjadi masalahnya pada
pengangkutan yang tidak teratur. Kadang berminggu-minggu sampah yang tertimbun
di tempat penampungan sementara dan tidak dipindahkan ke tempat pembuangan.
Akibatnya sampah beraneka jenis ini membusuk, diobrak-abrik ternak,
tercecer dan mengganggu penduduk di sekitar tempat itu.
Belum lagi penegakkan aturan dan
disiplin yang lemah oleh aparat Polisi Pamong Praja (Pol PP) sehingga warga
juga membuang sampah di sembarang tempat.
Para lurah menyadari dan
mengkhawatirkan, pengelolaan sampah seperti ini akan semakin bermasalah jika
musim hujan tiba. Banjir akan buntuh di berbagai tempat penyaluran karena
terhalang oleh timbunan sampah plastik yang menggunung. Hal yang sama terjadi
pada tempat pembuangan sementara yang semakin membusuk disiram air hujan.
Pemerintah Jangan Menutup Mata
Dari diskusi terungkap Pemda
Flores Timur memiliki kemampuan untuk mengatur sampah di kota sekecil ini, namun
belum ada komitmen dan managemen yang maksimal.
Dicontohkan, petugas kebersihan kota
hanya sebatas mengumpulkan dan mengangkut. Para petugas kebersihan kota yang
mencapai seratus lebih personil untuk sebuah kota sekecil ini pun belum
dibekali pengetahuan pengelolaan sampah yang standar.
“Kabupaten ini sebenarnya punya
kemampuan untuk mengatur sampah di kota kecil ini. Pemerintah bisa
membiayai perjalanan dinas sampai ke luar negeri dan di berbagai kota besar di
negara ini, tetapi mengatur sampah saja tidak bisa,” kata seorang peserta.
“Masalahnya bukan pada kemampuan
keuangan daerah tetapi tertutupnya mata pemerintah pada sampah kota ini”, kata
seorang lurah.
Dia mengusulkan agar tenaga
kontrak titipan orang-orang tertentu di setiap SKPD yang mencapai 700-an orang
itu ada yang dialihkan ke lapangan untuk mengurus sampah ketimbang dibayar
honor sesuai UMR dan hanya duduk-duduk di setiap kantor.
Bahkan, sejumlah fasilitas
pengelolaan sampah, seperti mesin penghancur sampah yang ditempatkan di desa
Lamawalang, sebelah barat kota Larantuka itu tak terurus. Hal ini
memperlihatkan bahwa sampah telah jadi obyek proyek pengadaan peralatan, bukan
kesadaran dan komitmen pengaturan sampah dan kebersihan kota.
Utusan kelurahan Sarotari Tengah
misalnya, mengatakan bahwa di tempat pembuangan sementara sampah di kelurahan
itu pernah berminggu-minggu tidak diangkut.
Hal demikian juga juga disaksikan
FBC, di tempat pembuangan sementara di jantung kota Larantuka, tepatnya di
pasar Inpres Larantuka. Sampah yang tak terurus itu, diobrak abrik
kambing sampai ke jalan raya yang menuju kantor bupati Flores Timur.
Diskusi ini juga mengkritisi tempat
pembuangan akhir (TPA) sampah yang kini sebanyak dua tempat itu. Di
tempat-tempat itu, belum ada managemen pengolahan sampah. Berbagai jenis
sampah hanya ditimbun dan dibakar.
Peserta dari Polres Flores Timur
yang hadir dalam diskusi tersebut mengatakan, di tempat pembuagan akhir sampah
di desa Mudakeputuk sangat mengganggu ketertiban lalu lintas. Pasalnya, di
tempat itu, sampah mengalir memenuhi setengah badan jalan. Jika sampah dikabar,
akan mengeluarkan kepulan asap tebal yang sangat mengganggu lalulintas jalan.
Perlu Segera Ada Inisatif
Diskusi menyepakati
untuk melakukan sejumlah inisiatif seperti mendesakkan pengaturan pengelolaan
sampah oleh pemerintah daerah. Untuk itu, sejumlah data dan argumentasi perlu
disiapkan untuk disampaikan kepada bupati Flores Timur.
Data yang diperoleh FBC di YPPS yang
bersumber dari Seksi Pengelolaan Kebersihan pada Kantor Lingkungan Hidup,
kabupaten Flores Timur memperlihatkan tahun 2013 ada 111 orang petugas
kebersihan kota, 19 unit mesin potong rumput, sejumlah sepeda motor gerobak
pengangkut sampah, 94 tong sampah, 114 bak tempat pembuangan sampah sementara,
dua tempat pembuangan sampah akhir, 6 buah dump truk dan bahan bakar untuk
operasional lapangan.
Diskusi ini akhirnya berpandangan
bahwa, sampah telah menjadi isu pembangunan namun belum diurus secara serius
oleh pemerintah. Pengelolaan kebersihan kota masih bersifat tradisional, yakni
mengangkut dan membuangnya di tempat yang telah disiapkan.
Sebagaimana yang dikatakan salah
satu peserta dari Kodim 1624 Flores Timur dalam diskusi tersebut, “jika
sampah kelola secara profesional, maka sampah menjadi sumber pendapatan yang
menghasilkan uang.” (Melky Koli Baran)
Sampah
beraneka jenis ini membusuk, diobrak-abrik ternak, tercecer dan
mengganggu penduduk di sekitar tempat itu. (Foto : FBC/ Melky Koli
Baran)
Suara keras seorang lurah dalam diskusi ini
- See more at:
http://www.floresbangkit.com/2013/12/lurah-se-kota-larantuka-bertemu-bicarakan-masalah-sampah/#sthash.MitRjvKB.dpuf