Saturday, 7 December 2013

Lurah se-Kota Larantuka Bertemu, Bicarakan Masalah Sampah


08/12/2013 

Diskusi yang dihadiri para lurah se-kota Larantuka, yang berlangsung di restoran Senaren Larantuka, kabupaten Flores Timur, 29 November 2013 lalu. (Foto : FBC/Melky Koli Baran)
 


LARANTUKA, FBC: Sampah bukan masalah langka dalam kehidupan manusia dari desa sampai kota. Jika ada aktivitas yang melibatkan banyak orang, disanalah ada peluang untuk  menghadirkan sampah. Jika tiba musim hujan, masalah sampah dirasakan semakin rumit terurai. Begitu juga halnya,  saat gaya hidup masyarakat berubah, motif sampahpun berubah. 
Hal ini mengemuka dalam diskusi yang dihadiri para lurah se-kota Larantuka, yang berlangsung di restoran Senaren Larantuka, kabupaten Flores Timur,  Jumat, (29/11/ 2013) lalu. Diskusi dihadiri juga  Badan Penanggulangan Bencana Daerah Flores Timur, Forum Pengurangan Risiko Bencana Flores Timur, Polres Flores Timur, Dandim 1624 Flores Timur  dan YPPS.
Dari diskusi yang disiarkan secara langsung oleh Radio Siaran Pemerintah Daerah kabupaten Flores Timur selama kurang lebih satu jam itu, terungkap berbagai pengalaman dari tahun ke tahun  yang berhubungan dengan sampah. Dalam refleksi disadari bahwa kesadaran akan masalah sampah baru dirasakan saat datang musim hujan.
Sampah Mulai Jadi Masalah 
Larantuka, kota kecil yang terlihat menempel di lereng gunung Ilemandiri dan menghadap selat Gonzalu ini mulai merasakan kehadiran sampah beberapa tahun belakangan sebagai masalah. Bahkan direfleksikan bahwa, jenis dan volume sampah terus bertambah seiring bertambahnya populasi penduduk serta gaya.
Ketika masyarakat kota ini masih kental dengan kehidupan agraris, maka sampah umumnya hanya terdiri dari sampah organik. Di pasar, di pekarangan penduduk, bahkan sampai ke dapur setiap rumah penduduk, didominasi sampah organik.
Dari pasar para ibu mengisi barang belanjaannya dari wadah anyaman daun lontar. Dari pasar juga mereka membawa pulang ke rumah bahan-bahan makanan dan perabotan produksi pertanian warga setempat. Di setiap rumah tangga dan pasar ditemukan sampah organik yang dengan mudah didaur ulang secara alamiah.
Ketika pasar dibanjiri produk-produk pabrik, maka jenis sampahpun berubah. Di mana-mana di kota ini, mudah ditemukan aneka sampah plastik dan metal. Kaleng bekas, botol bekas, kantong-kantong bekas makanan instan yang semuanya terbuat dari plastik dan logam.
Belum ada pengetahuan dan keterampilan warga untuk mengurus sampah plastik dan metal. Bahkan warga cenderung meperlakukan jenis ini seperti sampah organik. Dibuang atau ditempatkan di mana saja.
Kebijakan Pemerintah, Prilaku Warga
Bukan hanya sampah yang dipersoalkan para lurah. Diskusi ini juga mempersoalkan perilaku penduduk kota Larantuka terhadap sampah. Bahkan kebijakan pemerintah daerahpun tak lolos dari sorotan tajam diskusi ini.
 
Sampah beraneka jenis ini membusuk, diobrak-abrik ternak, tercecer dan mengganggu penduduk di sekitar tempat itu. (Foto : FBC/ Melky Koli Baran)
Suara keras seorang lurah dalam diskusi ini mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam hal ini bupati dan wakil bupati yang sedang mempromosikan sister city bagi Larantuka.
Kata lurah itu, pemerintah gembar gemborkan kerja sama dengan Portugal untuk membangun Larantuka sebagai kota kembarnya Fatimah. Juga mau menjadikan Larantuka sebagai kota religius. Namun sampah dalam kota belum menjadi perhatian.
Salah satu sasaran bidik para lurah adalah tempat pembuangan sementara dan tempat pembuangan akhir serta pola dan kebiasaan warga kota bahkan sampai ke kantor-kantor pemerintah dalam memperlakukan sampah.
Mengemuka dalam  diskusi itu bahwa di sejumlah tempat di kelurahan-kelurahan telah dibangun tempat penampungan sampah sementara. Karena itu para lurah juga telah bekerja keras mengarahkan masyarakat untuk membuang sampah ke tempat itu.
Namun menjadi masalahnya pada pengangkutan yang tidak teratur. Kadang berminggu-minggu sampah yang tertimbun di tempat penampungan sementara dan tidak dipindahkan ke tempat pembuangan.  Akibatnya sampah beraneka jenis ini membusuk, diobrak-abrik ternak, tercecer dan mengganggu penduduk di sekitar tempat itu.
Belum lagi penegakkan aturan dan disiplin yang lemah oleh aparat Polisi Pamong Praja (Pol PP) sehingga warga juga membuang sampah di sembarang tempat.
Para lurah menyadari dan mengkhawatirkan, pengelolaan sampah seperti ini akan semakin bermasalah jika musim hujan tiba. Banjir akan buntuh di berbagai tempat penyaluran karena terhalang oleh timbunan sampah plastik yang menggunung. Hal yang sama terjadi pada tempat pembuangan sementara yang semakin membusuk disiram air hujan.
Pemerintah Jangan Menutup Mata
Dari diskusi terungkap  Pemda Flores Timur memiliki kemampuan untuk mengatur sampah di kota sekecil ini, namun belum ada komitmen dan managemen yang maksimal.
Dicontohkan, petugas kebersihan kota hanya sebatas mengumpulkan dan mengangkut. Para petugas kebersihan kota yang mencapai seratus lebih personil untuk sebuah kota sekecil ini pun belum dibekali pengetahuan pengelolaan sampah yang standar.
“Kabupaten ini sebenarnya punya kemampuan untuk mengatur sampah di kota kecil ini. Pemerintah  bisa membiayai perjalanan dinas sampai ke luar negeri dan di berbagai kota besar di negara ini, tetapi mengatur sampah saja tidak bisa,” kata seorang peserta.
“Masalahnya bukan pada kemampuan keuangan daerah tetapi tertutupnya mata pemerintah pada sampah kota ini”, kata seorang lurah.
Dia  mengusulkan agar tenaga kontrak titipan orang-orang tertentu di setiap SKPD yang mencapai 700-an orang itu ada yang dialihkan ke lapangan untuk mengurus sampah ketimbang dibayar honor sesuai UMR dan hanya duduk-duduk di setiap kantor. 
Bahkan, sejumlah fasilitas pengelolaan sampah, seperti mesin penghancur sampah yang ditempatkan di desa Lamawalang, sebelah barat kota Larantuka itu tak terurus. Hal ini memperlihatkan bahwa sampah telah jadi obyek proyek pengadaan peralatan, bukan kesadaran dan komitmen pengaturan sampah dan kebersihan kota.
Utusan kelurahan Sarotari Tengah misalnya, mengatakan bahwa di tempat pembuangan sementara sampah di kelurahan itu pernah berminggu-minggu tidak diangkut.
Hal demikian juga juga disaksikan FBC, di tempat pembuangan sementara di jantung kota Larantuka, tepatnya di pasar Inpres Larantuka. Sampah  yang tak terurus itu,  diobrak abrik kambing sampai ke jalan raya yang menuju kantor bupati Flores Timur.
Diskusi ini juga mengkritisi tempat pembuangan akhir (TPA)  sampah yang kini  sebanyak dua tempat itu. Di tempat-tempat itu,  belum ada managemen pengolahan sampah. Berbagai jenis sampah hanya ditimbun dan dibakar.
Peserta dari Polres Flores Timur yang hadir dalam diskusi tersebut mengatakan, di tempat pembuagan akhir sampah di desa Mudakeputuk sangat mengganggu ketertiban lalu lintas. Pasalnya, di tempat itu, sampah mengalir memenuhi setengah badan jalan. Jika sampah dikabar, akan mengeluarkan kepulan asap tebal yang sangat mengganggu lalulintas jalan.
Perlu Segera Ada Inisatif
Diskusi  menyepakati  untuk melakukan sejumlah inisiatif seperti mendesakkan pengaturan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah. Untuk itu, sejumlah data dan argumentasi perlu disiapkan untuk disampaikan kepada bupati Flores Timur.
Data yang diperoleh FBC di YPPS yang bersumber dari Seksi Pengelolaan Kebersihan pada Kantor Lingkungan Hidup,  kabupaten Flores Timur memperlihatkan tahun 2013 ada 111 orang petugas kebersihan kota, 19 unit mesin potong rumput, sejumlah sepeda motor gerobak pengangkut sampah, 94 tong sampah, 114 bak tempat pembuangan sampah sementara, dua tempat pembuangan sampah akhir, 6 buah dump truk dan bahan bakar untuk operasional lapangan.
Diskusi ini akhirnya berpandangan bahwa, sampah telah menjadi isu pembangunan namun belum diurus secara serius oleh pemerintah. Pengelolaan kebersihan kota masih bersifat tradisional, yakni mengangkut dan membuangnya di tempat yang telah disiapkan.
Sebagaimana yang dikatakan salah satu peserta dari Kodim 1624 Flores Timur  dalam diskusi tersebut, “jika sampah kelola secara profesional, maka sampah menjadi sumber pendapatan yang menghasilkan uang.”  (Melky Koli Baran)   

Sampah beraneka jenis ini membusuk, diobrak-abrik ternak, tercecer dan mengganggu penduduk di sekitar tempat itu. (Foto : FBC/ Melky Koli Baran)
Suara keras seorang lurah dalam diskusi ini
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2013/12/lurah-se-kota-larantuka-bertemu-bicarakan-masalah-sampah/#sthash.MitRjvKB.dpuf






No comments:

Post a Comment