Monday, 10 February 2014

Mahasiswa Poltekes Kemenkes Kupang Diduga Dibunuh

Senin, 10 Februari 2014 09:38 WITA
Mahasiswa Poltekes Kemenkes Kupang Diduga Dibunuh
Net
Ilustrasi
POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Aparat Kepolisian Resor Kupang Kota, sedang menyelidiki kasus dugaan pembunuhan mahasiswi Jurusan Gizi, Poltekes Kemenkes Kupang, Fransiska Bifel (20) pada 23 Desember 2013 lalu. Penyidik sudah memanggil empat orang untuk diambil keterangannya sebagai saksi dalam kasus penganiayaan hingga menewaskan korban yang kos di Jalan Bajawa, Kelurahan Futululi, Kecamatan Oebobo.
Hal ini dikatakan Wakil Kepala Polres Kupang Kota, Kompol Yulian Perdana, S.Ik, di Kupang, Jumat (7/2/2014). Menurut Yulian, kelima orang yang telah diperiksa itu adalah pemilik kos, Dominikus D, bersama isteri Margretha S dan anak perempuannya Natalia serta pegawai Tata Usaha, Jurusan Gizi Poltekes Kemenkes, Kupang, Jhon Lobo. Jhon dan tetanggannya, Rosa Ghafur, ikut menyaksikan saat korban dibawa ke rumah sakit.
"Polisi juga masih akan memanggil pihak lain yang ikut mengantar dan menerima korban di Rumah Sakit Kota Kupang dan Rumah Sakit Prof. WZ Johannes Kupang. Mereka diduga turut serta memperlancar perbuatan melawan hukum dengan memandikan korban tanpa kehadiran pihak keluarga korban," katanya.
Setelah itu, katanya, masih ada sejumlah nama yang telah diagendakan untuk diambil keterangannya. Ia mengatakan, jika sudah cukup, pihaknya akan melihat dan mendalami setiap keterangan yang telah dibuat dalam berita acara pemeriksaan ditambah dengan kesimpulan pihak kepolosian apakah dikategorikan dalam delik atau tidak.
Terkait pihak Polres Kupang Kota telah mengantongi hasil otopsi di RSUD Kefamenanu dimana korban dinyatakan meninggal tidak wajar, Yulian, mengatakan, akan mengeceknya ke Kasat Reskrim Polres Kupang Kota, AKP I Nyoman Budi Artawan, SIK, SH. Selanjutnya, kata Yulian, akan dikembangkan sesuai dengan peran masing-masing saksi dalam kasus tersebut
"Kita berharap pihak keluarga dan masyarakat umum bersabar dan memberi kesempatan bagi polisi untuk bekerja secara profesional sesuai dengan tahapan dan ketentuan yang berlaku dalam mengungkap kasus ini, sehingga ada pihak yang bertanggungjawab," katanya.
Penyelidikan ini bermula ketika ayah korban, Theofilus Bifel, pegawai negeri sipil (PNS) di kantor Setda Kabupaten TTU, melapor ke Polres TTU lalu dilanjutkan ke Polres Kupang Kota, lantaran ada kejanggalan atas kematian putrinya, Fransiska Bifel.
Saat korban dibawa dari Kupang dan disemayamkan di Jalan Basuki Rachmad, Kefamenanu, keluarga menemukan tanda-tanda kekerasan fisik pada tubuh korban. Di leher korban ada bekas cekikan, bengkak pada batang leher bagian belakang. Pergelangan kaki bagaian kiri patah serta memar pada bagian depan serta belakang tubuh korban.
"Yang membuat yakin anak kami itu meninggal dibunuh karena di beberapa bagian anggota tubuh putrinya itu terdapat luka lebam dan bekas cekikan di leher. Di bagian leher terdapat bekas cekikan, di tangan, warna biru kehitaman, di perut dan dada terdapat luka sayatan," kata Theofilus.
Setelah melapor ke Polres TTU, pihak kepolisian mengambil jenasah dan melakukan otopsi di RSUD Kefamenanu. Hasilnya, menguatkan kecurigaan orang tua dan keluarga, kalau Fransiska meningal akibat penganiayaan hingga tewas di kos.
"Saya ditelepon pertama kali oleh seorang perempuan yang sampai saat ini identitasnya belum diketahui dengan menggunakan nomor telepon baru pada 23 Desember 2013. Ia meminta saya segera ke Kupang, karena menurutnya anak saya lagi sakit dan sementara dirawat di rumah sakit Kota Kupang," kata Theofilus.
Theofilus bersama istri dan keluarganya pun berangkat ke Kupang. Namun dalam perjalanan, Theofilus ditelepon adiknya bahwa Fransiska telah meninggal dan jenasahnya dibawa ke RSUD Prof. Dr. WZ Johannes, Kupang.
Theofilus berharap, polisi segera mengungkap kasus itu dengan intensif memeriksa saksi-saksi di kos putrinya, termasuk sang pemilik kos DMS, isteri dan anaknya NTL dan pihak terkait lainnya. Ia menduga anaknya meninggal dalam rumahnya berdasarkan bukti otopsi yang sudah ada.     
"Tempat kosnya itu ada lima kamar, gabung dengan rumah pemilik kos dan dipagar keliling. Mustahil kalau pemilik kos tidak mengetahui sebab kematian anak kami. Diduga telah direncanakan dengan matang, terindikasi lewat eksekusi dilakukan dengan cepat dan rapi. Kami akan menuntut pemilik kos sebagai orang  pertama yang paling bertanggungjawab," katanya. (ant)
Editor: sipri_seko

No comments:

Post a Comment